SitusLiterasi Digital - Berkarya untuk Abadi. Tentang Metafor; Kirim Tulisan; Disclaimer; Kru; Kerjasama; Friday, 29 July, 2022
Kitayang di momentum Idul Fitri kemarin sempat melaksanakan sholat hari raya di masjid secara berjamaah, pada lebaran Idul Adha 2021 ini belum tentu bisa melakukan hal yang sama. Cerpen Idul Adha Menyentuh Tentang Sandal dan Keset Kaki Masjid; Puisi Idul Adha 1442 H yang Menyentuh Hati; Pantun Semangat dan Lucu Idul Adha; Cerita Tentang
Contohcerpen tentang hari lebaran. Gambar Ucapan Hari Raya Idul Adha 2020 + Hari Raya Ibadah. Dalam kalender islam atau qomariah ada dua hari raya, yakni idul fitri dan idul adha. Nah seperti sudah menjadi budaya di sekolah, setiap baru masuk sekolah saat pelajaran bahasa indonesia kita pasti disuruh buat karangan tentang pengalaman libur
Cerpententang Idul Fitri. Lebaran hanya ditemani oleh sebuah timun suri dan sendirian hingga tahun depan jumpa lebaran lagi.
MakFitri memandangi suaminya dengan mata nanar, mata bertanya-tanya. Ia tidak membantah atau mengiyakan. Apa saja yang diucapkan suaminya masih berupa harapan, dan setiap harapan senantiasa baik dan menyenangkan. Entah nanti bagaimana kenyataannya. "Ini rumah siapa, dan mengapa harus di sini?" akhirnya Mak Fitri bertanya.
KhutbahIdul Fitri 1439 H: Berita Bohong dan Hubungan Sosial Khutbah Idul Fitri 1438 H: Menjaga Spirit Ramadhan, Meraih Kemenangan Pribadi Menuju Kemenangan Umat Khutbah Idul Fitri 1438 H: Kekuatan Fitrah Bagi Penyelamatan Pribadi, Umat, Bangsa, dan Kemanusiaan Khutbah Idul Fitri 1438 H: Belajar dari Sejarah Perselisihan Ulama dan Umara [1] Khutbah Idul Fitri 1437 H: Agar Kemesraan Tak Segera
. Cerpen Karangan Galuh Rengganis NugrahainiKategori Cerpen Anak, Cerpen Keluarga, Cerpen Nasihat Lolos moderasi pada 12 September 2013 “Ayo bangun Fazzy! Kita hari ini Sholat ied lho! Nanti kita bisa ketinggalan!” Panggil kakak dari Fazzy bernama Mizzy. Mereka kakak beradik kembar. Umur mereka sama, Fazzy 12 tahun, Mizzy 12 tahun lebih 1 bulan. Wajah mereka sangat mirip. Sampai-sampai, guru dan teman-teman mereka masih keliru memanggil nama mereka secara refleks. Walaupun mereka kembar, mereka tidak pernah berebut sesuatu. Mereka juga tidak saling ribut. Akhirnya Fazzy bangun. Dia kaget, ternyata Papa, Mama, dan Mizzy sudah siap dengan baju lebarannya masing-masing. Fazzy sangat terburu-buru. Akhirnya, semua sudah siap. Keluarga itu pun menjalankan sholat Ied berjamaah di Masjid dekat rumah mereka. Setelah sholat Ied. 1 keluarga itu melakukan sungkeman. Setelahnya, mereka berkunjung ke rumah saudara sepupu Fazzy dan Mizzy. Setelah sampai di tujuan, Hanny menyambut adik-adik sepupunya dengan antusias. Mereka bermain di sungai sebelah rumah Hanny. Fazzy iseng mengerjai kakaknya dengan mencipratkan kecil air sungai ke kaki kakaknya. “Fazzy! Jangan iseng dong! Basah nih celanaku..” Keluh Mizzy. “Sorry kak, sengaja..” Canda Fazzy. Hanny melihat saudara kembarnya sambil tertawa. “Sudah-sudah, kita makan dulu yuk. Lapar nih” Ajak Hanny. Mereka pun makan bersama dengan menu hidangan yang seharusnya ada di hari raya Idul Fitri ini, yaitu opor ayam dan ketupat. Bisa juga ditambahkan dengan sambal goreng. Selesai makan bersama, seluruh keluarga besar berbincang-bincang. Sesekali mereka tertawa juga. “Hari sudah sore, kami pamit pulang dulu.” Pamit Ayah Fazzy dan Mizzy. “Iya pak, silahkan” Ujar Tante Anis. Saat perjalanan pulang, tiba-tiba keluarga itu tak sengaja menyaksikan kecelakaan saat di lampu lalu lintas. Pengguna kendaraan motor, melanggar lampu merah yang tandanya harus berhenti. Karena kecerobohannya itu, pengguna motor tertabrak mobil dari samping. “Yah, itu gimana? Masa didiemin aja?” Tanya Mama panik. “Yuk, kita turun semua bantuin dia!” Ajak Ayah dengan bijaksana. Keluarga itu pun membantu pengguna motor itu. Untungnya, hanya luka ringan. Motornya ada bagian yang pecah, tapi masih bisa di gunakan. “Terima kasih Pak, Bu, Dik. Saya lalai saat berkendara. Sekali lagi, saya mengucapkan banyak terima kasih.” Ucap pengguna motor itu. “Iya pak, kami iklhas membantu. Lain kali jangan lalai lagi ya pak.” Nasehat Ayah. “Pasti pak, terima kasih.” balasnya. Setelah kembali ke mobil.. “Yah, enak juga ya bisa membantu walaupun orang yang belum kita kenal.” kata Fazzy. Mizzy sang kakak pun mengiyakan. “Iya Fa, kita juga akan mendapat pahala oleh Allah SWT di hari yang istimewa ini.” Ujar Ayah. “Yee…” sorak 2 kakak beradik tersebut. Makna di hari Idul Fitri kali ini lebih berarti dari hari-hari sebelumnya karena mereka bisa membantu siapa saja dimana saja dan kapan saja.. Cerpen Karangan Galuh Rengganis Nugrahaini Hai! Namaku Galuh Rengganis Nugrahaini. Aku kelas 6 SD Gayamsari 02 Semarang. Maaf jika cerpenku ini masih belum sempurna. Maaf jika ada kesamaan tokoh/topik. Tapi saya benar-benar membuat cerpen ini tanpa mencontek hasil karya lain. Cerpen Makna di Hari Raya Idul Fitri merupakan cerita pendek karangan Galuh Rengganis Nugrahaini, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Aku, Cinta Dan Sepeda Ontel Oleh Shollina Pagi ini sungguh harum sekali dengan mekaran mawarku yang berada di depan halaman yang begitu indah. Memang tanahnya tak cukup untuk menanam sebuah bunga apalagi sampai bercocok tanam. Namun Paah, Aku Ingin Pergi Oleh Findriana Putri Evtan Paah, aku berdoa dalam harapku. Paah, aku menunggu dalam sedihku. Setiap hari dalam hidup terasa sama, aku bangun dan mendengar asma Allah dikumandngkan. Aku bangkit dan masih berharap akan Ketulusan Ibu Oleh Ulfi Rohma Namaku sasa yang masih duduk di bangku SMA. Aku anak tunggal yang hidup bertiga dengan kedua orangtuaku. Waktu itu, aku sangat bahagia berada di tengah-tengah keluarga yang sangat menyayangiku. Cerita 20 Tahun Oleh Theodora Dayanti 20 Tahun. Dimana kita lagi seru serunya ketemu temen baru, suasana baru, tempat baru yang belum pernah kita temuin, tanggung jawab sama kerjaan, tugas tugas numpuk yang bikin tidur Gadis Pemandang Langit Part 1 Oleh Sintia Ana Bela Dia gadis yang menawan, kebiasaannya adalah memandangi langit, siang atau malam di taman kota. Namanya Niky Bilqis, sering dipanggil Kiki, ia akan memandangi langit dengan banyak ekspresi, seperti nangis, “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
Idulfitri untuk Ibu Cerpen Siswati Pukul 10 malam. Gerimis masih membasahi setiap jengkal tanah yang kupijak. Sementara, angin berhembus kian kencang menusuk hingga ke persendian tulangku. Kurapatkan mantel yang tengah kupakai. Perlahan aku mulai melakukan tugasku, mengunci pintu pagar. Tugas ini hanya kulakukan ketika aku pulang kampung, ketika jadwal sekolah libur. Malam ini, aku mengunci pintu pagar lebih cepat dari biasanya. “Ibu tidak akan tahu,” pikirku. Cepat-cepat kuselesaikan pekerjaanku. Aku harus segera masuk sebelum ibu curiga dan “Yah, selesai,” ucapku lega. Dengan tergesa, aku kembali ke rumah, tapi sesampai di pintu aku tertegun akan kehadiran sesosok tubuh yang sudah sangat kukenal. “Bu, kenapa keluar? Nanti Ibu masuk angin!” ucapku cemas. Ibu cuma memandangku tajam dan perlahan beliau mengalihkan pandangan ke arah kunci pagar yang kupegang. Aku tersedak, segera aku sadar bahwa ibu telah memorgoki aksiku barusan. “Mereka tidak akan pulang malam ini, Bu,” ucapku bergetar. Aku tahu, ibu tidak akan suka mendengar perkataanku barusan, tapi aku sudah tidak punya kata-kata lain. Bahkan, aku memang tidak pernah punya jawaban atas pandangan ibu barusan. Aku cuma diam, lalu berbalik masuk ke rumah. Kalau sudah begini, ibu pasti akan menangis, meratapi nasibnya yang telah dilupakan anak-anaknya. Aku sadar bahwa perbuatan itu pelan-pelan telah membunuh harapan ibu, harapan untuk berkumpul dengan anak-anaknya lagi. *** Pagi itu, aku bangun lebih awal dari biasanya. Ibu masih tertidur di ranjang. Azan subuh belum bergema, segera kuraih benda pipih persegi di sisi ranjangku. Kuputuskan untuk mencoba menulis pesan lewat chatt kepada keempat kakakku nun jauh di sana. Suatu hal yang telah lama tidak kulakukan. Pelan jemariku mulai mengetik kata demi kata, namun setiap aksara yang kutuliskan seakan hampa, tiada arti dan akhirnya aku menghapusnya. Aku tidak ingin seperti kakak-kakakku, melupakan ibu yang telah menuntun dan membimbing anak-anaknya untuk menjalani kehidupan ini, baik susah maupun senang. Pandanganku mengabur, mataku mulai basah, dadaku kian terasa sesak, seolah ada beban berton-ton yang menghimpit tubuhku. Ibu, maafkan aku, aku tak sanggup membawa kakak-kakakku untuk kembali ke rumah ini. Bahkan, ketika ayah menghembuskan napas terakhirnya, suara parau yang kita perdengarkan pada mereka hanya mampu menahan mereka tiga malam di rumah ini, tidak lebih dari itu. Aku hanya pasrah menerima kenyataan tanpa mampu berbuat apa-apa untuk menahan kepergian mereka. Tak sanggup rasanya aku membayangkan luka batinmu saat itu. Baru saja kehilangan seseorang yang amat kau cintai dan engkau harus melepas kepergian anak-anakmu yang entah kapan akan kembali pulang. Ibu… ah, tiga lebaran telah berlalu tanpa arti. Hanya kita yang merayakannya dengan beberapa aksara pada chat di WA grup keluarga yang mengabarkan bahwa kakak-kakakku tak bisa pulang. “Allahu Akbaar…! Allahu Akbaaar…!” Suara azan subuh menyadarkanku dari dari lamunan panjangku. Segera kuhapus sisa air mata dan merapikan wajahku sekenanya. Kudekati ranjang, membangunkan ibu yang kebetulan ketika aku di rumah tidur bersama di ranjangku. “Eh, kamu sudah bangun, Ra?”sapa beliau. Kuraih tangannya. Bersama, kami ke belakang untuk berwudhu, lalu shalat berjamaah. Selesai salat, biasanya, ibu akan tenggelam dalam tilawah panjangnya, sementara aku mulai sibuk berbenah di dapur menyiapkan sarapan pagi. *** Benda pipih persegi itu segera kucabut dari charger. Aku akan menghubungi saudara laki-lakiku, Bang Rizal. Entah kenapa hatiku masih ragu, bayang-bayang pertengkaran kecil kami semalam terlintas lagi. “Ibu tak mau tahu, pokoknya kamu harus telepon Rizal. Besok ulang tahunnya!” ujar ibu setengah berteriak kepadaku. “Tapi Bu…! Buat apa? Paling Bang Rizal cuma bilang terima kasih, seperti tahun-tahun yang lalu. Rara capek Bu,” jawabku tak kalah sengit. “Jangan kurang ajar, Ra! Biar bagaimana pun dia kakakmu, dia juga yang menyekolahkanmu hingga sekarang. Apa salahnya kita mengucapkan selamat ulang tahun padanya,” jawab ibu lagi, lebih melunak. “Ya, Bang Rizal memang tak pernah lupa mengirimkan uang, tapi ia selalu lupa mengirimkan kasih sayang ke rumah ini!” Aku mulai terisak. “Bang Rizal, Bang Ikhsan, Celok Mela, dan Uni Neti, mereka nggak lupa kasih uang, tapi mungkin lupa letak rumah ini,” lanjutku lebih keras lagi. Untuk beberapa saat, tercipta keheningan di antara kami. Ragu aku memandang wajah ibu. Beliau cuma diam, tapi lukisan wajahnya menyiratkan kepedihan yang amat dalam. Diam-diam aku mulai dihinggapi perasaan bersalah. Dengan serta merta, kuraih tangan ibu dan menciumnya sambil berkali-kali minta maaf. Ibu menangis. Beliau balas menciumku tanpa henti. “Sudahlah Ra, tak usah minta maaf. Kamu tak salah apa-apa. Sudah nasib ibu begini, dilupakan anak-anaknya,” ujar dengan suara parau. Tangisku kian menderas, kata-kata ibu barusan benar-benar menusuk perasaanku. Aku sadar, luka hati ibu sudah terlalu dalam, tapi mengapa kasih sayangnya seolah tak pernah berhenti mengalir buat anak-anaknya. “Rara nggak akan seperti itu, Bu… Rara sayang Ibu,” jawabku sungguh-sungguh. Ibu memandangku dan mulai menyeka air mataku. Beliau tersenyum. Sungguh sebuah senyuman yang amat mendamaikan hati. Ah, kakak-kakakku, kenapa kalian begitu bodoh hingga melupakan kedamaian ini. Akhirnya, setelah kutunaikan shalat Subuh, kuraih Oppo-ku. Hatiku berdegup kencang dan nyaris menghancurkan konsentrasiku. Dengan cepat, aku menekan 12 nomor yang sudah hafal diluar kepalaku. Nomor HP Bang Rizal. Aku harus menunggu cukup lama sebelum panggilanku dijawab. “Assalamualaikum, Bang,” sapaku. “Waalaikummussalam! Ini siapa ya?” balas Bang Rizal. “Ini Rara Bang, dari kampung,” jawabku. “Oaalah Rara. Abang kira siapa. Ada apa Ra?” tanyanya. “Nggak ada apa-apa, Cuma mau bilang selamat ulang tahun buat Abang,” jawabku ringan. “Oh,… makasih Ra, ndak disangka kamu selalu ingat ultah Abang, makasih ya!” balasnya lagi. “Ibu yang selalu ingat, Bang. Beliau tidak pernah lupa ultah kita,” jawabku sambil menahan perih di hati. “Bang, ngg… anu!” tanyaku ragu. “Ada apa Ra? Apa Ibu butuh uang? Belum bisa sekarang Ra! Abang juga lagi susah. Kamu minta sama Bang Ikhsan saja ya, usahanya lagi bagus!” serobot Bang Rizal. “Bukan itu!” seruku menahan sesak. “Ibu tak butuh uang! Aku cuma mau tanya, apa Abang bisa pulang kampung?” sunggutku kesal. “Pulang kampung? Ibu sakit ya?” “J…Jaa.. jadi Abang baru mau pulang kalau Ibu sudah sakit? Iya Bang, Ibu sedang sakit!” ujarku setengah berteriak. Aku harus menumpahkan semua beban hatiku. Aku tak sanggup lagi melihat penderitaan ibu. “Ibu tak apa-apa kan? Abang sedang sibuk Ra, mungkin setelah lebaran Abang bisa pulang,” jawabnya pelan. “Tapi Abang sendiri yang menjanjikan pada Ibu ketika Ibu meminta Abang untuk pulang Idulfitri kemarin kalau Abang bisa pulang lebaran sekarang,” tuntutku. ”Habis gimana lagi!” jawabnya enteng. Detik itu juga kepalaku rasanya mau pecah. Sia-sia sudah perjuanganku. Tubuhku terasa lemas tak berdaya, namun tiba-tiba satu perkataan lagi meluncur di seberang sana, yang semakin menghancurkan harapanku. “Mungkin Bang Ikhsan dan Celok Mela juga belum bisa pulang, dan bla…bla…” Ya Allah! Sekarang musnah sudah harapanku, bathinku. Dalam diam, kututup kembali telepon itu. Pertahananku runtuh. Aku menangis sejadi-jadinya. Apa yang harus kukatakan pada Ibu sekarang? *** Waktu terus berjalan begitu cepat, tapi ibu tak pernah berhenti berharap. Dan aku, aku sendiri tenggelam dalam perasaan bersalahku. Kerut-kerut di wajah ibu seolah menghakimi aku dan membuatku semakin tersiksa dalam ketidakberdayaan. Beberapa kali kucoba menulis surat atau menelepon mereka, tapi semua itu tak lebih berharga dari segudang kesibukan mereka. Seribu satu alasan telah kulontarkan pada mereka. Namun, sepuluh ribu alasan lagi yang mereka kembalikan padaku untuk menolak ajakanku untuk pulang. Sampai akhirnya, aku bosan untuk terus berharap dan memilih untuk diam. Tapi Ibu, oh… beliau tak pernah berhenti berharap, seolah ada sungai yang mengalir yang tak putus-putus di hatinya, yang terus mengaliri harapan-harapannya. “Maafkan aku Ibu,”bathinku. *** Hari ini, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, aku berkumpul lagi bersama keempat kakakku tanpa kurang seorang pun. Cuma bedanya, kami tidak berkumpul di rumah yang penuh harapan ibu, tapi kami tengah mengelilingi dua pusara yang saling berdampingan. “Ibu, akhirnya harapan ibu terkabul. Hari ini kita bisa berkumpul bersama lagi, tepat di hari raya Idulfitri ini, Bu.” * Biodata Penulis Siswati kelahiran Nanggalo, 14 April 1981. Ia merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara. Ia salah satu peserta Sekolah Menulis FLP Sumbar 2020 dan alumni Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Sekarang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Sejak tahun 2008 hingga sekarang, ia menjadi guru di Perguruan Islam Ar Risalah, Padang. Siswati telah menerbitkan tulisannya dalam buku berjudul Perjalanan Berkah Menuju Ka’bah Sebuah Memoar. Tema Universal dalam Karya Sastra dan Tantangan Menulis Cerita yang Tak Biasa Oleh Azwar Sutan Malaka Pembina FLP Sumatera Barat dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta Ragdi F Daye, dalam kata pengantar buku Kumpulan Cerpen Idul Fitri untuk Ibu 2020 menuliskan bahwa dalam cerpen-cerpen karya Forum Lingkar Pena FLP Sumatera Barat banyak menempatkan sosok ibu, baik secara harfiah maupun metaforis—keluarga, tradisi, masa lalu—menjadi titik sentral kehidupan para tokoh anak. Shabrina Maulida 2019 dalam skripsinya berjudul “Citra Ibu dalam Puisi Indonesia Modern Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah” menyampaikan bahwa citra ibu dalam sebuah puisi karya sastra merupakan bayangan visual mengenai pribadi atau kesan mental seorang ibu yang diperoleh dari kata, frasa, atau kalimat yang ditulis dalam karya sastra tersebut. Lebih jauh Maulida 2019 menjelaskan bahwa munculnya citra ibu dalam imajinasi pembaca merupakan hasil dari usaha penulis dalam menyampaikan pandangannya. Pembaca dalam hal ini seakan dihadapkan langsung dengan sesuatu yang konkret mengenai ibu. Dengan demikian, penyajian citra dalam sebuah karya sastra tidak hanya untuk memberi gambaran yang jelas, tetapi juga dapat menarik perhatian, membangun suasana tertentu, hingga membantu dalam proses penafsiran dan penghayatan puisi. Dalam banyak karya kreatif pun, kisah tentang “Ibu” memang tak habis-habisnya dieksplorasi oleh insan kreatif. Baik di Sumatera Barat sendiri, Indonesia, bahkan karya-karya kreatif dunia. Di Indonesia beberapa karya sastra bertema Ibu diantaranya adalah Novel Dua Ibu karya Arswendo Atmowiloto yang diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 1981 dengan tebal 231 halaman. Motingo Busye menulis novel berjudul Rindu Ibu adalah Rinduku. Motinggo Busye merupakan sastrawan penting yang banyak menelurkan karya pada tahun 60-an. Rindu Ibu adalah Rinduku berkisah tentang seorang perempuan bernama Lisdayani, seorang istri dan ibu dari enam orang anak. Cerpen yang terbit di Kreatika minggu ini berjudul “Idul Fitri untuk Ibu” karya Siswati. Cerpen ini bercerita tentang rindu seorang ibu terhadap anak-anaknya. Cerpen ini dibuka oleh penulisnya dengan dramatis di mana di tengah malam beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, seorang ibu keluar dari rumah untuk menunggu kehadiran anak-anaknya yang merantau. Cerita yang dramatis itu terlihat dari paragraf berikut ini “Mereka tidak akan pulang malam ini, Bu,” ucapku bergetar. Aku tahu, ibu tidak akan suka mendengar perkataanku barusan, tapi aku sudah tidak punya kata-kata lain. Bahkan, aku memang tidak pernah punya jawaban atas pandangan ibu barusan. Aku cuma diam, lalu berbalik masuk ke rumah. Kalau sudah begini, ibu pasti akan menangis, meratapi nasibnya yang telah dilupakan anak-anaknya. Aku sadar bahwa perbuatan itu pelan-pelan telah membunuh harapan ibu, harapan untuk berkumpul dengan anak-anaknya lagi. Siswati, 2020. Penekanan penulis terlihat pada kalimat “Kalau sudah begini, ibu pasti akan menangis, meratapi nasibnya yang telah dilupakan anak-anaknya.” Kisah ini menjadi bagian yang sering dieksplorasi penulis, kisah kerinduan seorang ibu pada anak-anaknya yang sudah hidup dengan kehidupan mereka masing-masing. Kisah rindu seorang ibu menjadi pilihan penulis untuk diceritakan baik dalam cerita pendek ataupun cerita-cerita yang panjang, adalah pilihan sadar bahwa tema tentang “Ibu” memang tema yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Dia tema abadi sepanjang masa, sama abadinya dengan kisah-kisah cinta orang tua pada anaknya. Ragdi F Daye 2020 melanjutkan bahwa kemelut relasi dan interaksi dengan keluarga mucul dalam “Idul Fitri untuk Ibu.” Berawal dari sejumlah perdebatan tentang anak-anak yang berkali-kali gagal—atau sengaja menolak?—mudik, hingga berujung pada “Hari ini, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun aku berkumpul lagi bersama keempat kakakku, tanpa kurang seorang pun. Cuma bedanya, kami tidak berkumpul di rumah yang penuh harapan ibu, tapi kami tengah mengelilingi dua pusara yang saling berdampingan.” Kisah cerita yang tragis yang ditulis oleh Siswati 2020 dimana anak-anak hanya bisa berkumpul ketika ibunya sudah tiada menjadi pesan moral yang dibebankan pada cerita. Penulis ingin menyampaikan pada pembaca, selama masih memiliki orang tua, sesibuk apapun urusan dunia yang sedang dihadapi sempatkanlah untuk menyilau orang yang sangat berjasa dalam hidup setiap manusia itu. Walaupun ada cerita-cerita tentang kejamnya “Ibu” dalam beberapa karya sastra, namun tema tentang jasa para “Ibu” selalu mendominasi tema-tema cerita tentang ibu. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan tema yang universal ini selalu menarik untuk diceritakan saat ini dan untuk masa depan. Tantangan dari mengangkat tema yang universal ini adalah sulitnya mengeksplorasi cerita tentang “Ibu” ini. Ini tentu karena sudah banyaknya cerita-cerita tentang ibu yang rindu pada anak-anaknya. Hal ini jugalah yang menjadi kelemahan dalam cerita pendek berjudul “Idul Fitri untuk Ibu” karya Siswati ini. Tema yang universal dan sudah sering berulang dalam beberapa karya sastra ini membuat cerpen ini sangat mudah untuk dibaca alur cerita dan endingnya. Satu paragraf membaca cerpen ini seolah sudah memberi gambaran pada pembaca bagaimana akhir cerpennya. Setelah membaca beberapa paragraf awal, pembaca bisa menebak akhir cerpen ini. Apakah akan mengarahkan pada cerita dengan happy ending akhir cerita bahagia atau cerita dengan sad ending akhir cerita sedih. Jika cerita akan berakhir bahagia, tentu sebelum lebaran datang, anak-anak yang dirindukan oleh tokoh ibu ini akan bisa pulang melihat sang ibu walaupun dengan berbagai tantangan yang dhadapi anak-anaknya. Sementara itu jika cerita ini akan berakhir sedih, ya…sudah dapat ditebak juga bahwa sang ibu akan merana menunggu anaknya yang tak datang-datang sampai hari lebaran tiba. Nah, Siswati teryata memilih cerpen “Idul Fitri untuk Ibu” berakhir dengan sedih sad ending dimana ia “membunuh” tokoh Ibu dalam cerpennya sebelum anak-anaknya berkumpul melihatnya. Pilihan tema sedih ini tentu dapat dimaklumi karena pengarang ingin menekankan pesan moral bahwa jangan sampai terlambat menjumpai sosok ibu, apalagi terlambat berbakti pada ibu walau hanya dengan memenuhi keinginannya untuk berkumpul pada hari raya. Sebagai lulusan Sastra Indonesia, Siswati perlu ditantang untuk menulis cerita yang lebih menarik dengan mengangkat tema-tema yang tidak universal. Ada pilihan tema yang mungkin jarang dieksplorasi dalam karya-karya fiksi tentang banyak hal, seperti perjuangan guru yang berkebutuhan khusus, tentang cinta yang tak biasa antara anak manusia, tentang hubungan manusia dengan alam atau lingkungannya dan tentang banyak hal yang spesifik yang jarang dieksplorasi dalam cerita. Memang butuh keberanian untuk menghadirkan karya sastra yang bertema tidak biasa, akan tetapi untuk memperkaya khasanah sastra Indonesia, kita membutuhkan karya-karya yang tidak biasa itu. Semoga saja Siswati dan juga pengarang-pengarang lainnya di Forum Lingkar Pena FLP khususnya dan di Indonesia pada umumnya mampu menjawab tantangan ini –Menulis karya sastra dengan tema yang tak biasa–. * Catatan Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra cerpen dan puisi. Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar
Contoh Cerita Hari Raya Idul Fitri – Tidak terasa sebentar lagi kita akan bertemu hari raya Idul Fitri. Hari yang paling ditunggu-tunggu oleh umat beragama Islam. Tentunya momen spesial tersebut jangan sampai disia-siakan untuk bertemu keluarga, tetangga, saudara, dan sahabat. Dan untuk saling memaafkan antar Idul Fitri pastinya menyimpan banyak cerita keseruan, pesan, dan kesan yang menarik. Sayang, jika momen tersebut nantinya hanya dikenang sekilas. Selain kita bisa mengabadikan cerita-cerita Idul Fitri dalam bentuk foto atau video, kita juga bisa mengabadikannya dalam bentuk Jenis Tulisan yang Bisa Dijadikan Cerita Hari Raya Idul Fitri1. Teks Ekposisi2. Teks Deskripsi3. Teks Argumentasi4. Teks NarasiBeberapa Contoh Cerita Hari Raya Idul FitriContoh Cerita Idul Fitri MudikContoh Cerita Idul Fitri Bersama KeluargaContoh Cerita Idul Fitri Sholat IdDownload Contoh Cerita Hari Raya Idul Fitri PDFAkhir KataTidak jarang juga, siswa sekolah dasar mencari referensi contoh cerita hari raya Idul Fitri. Karena biasanya sebelum hari libur tiba, guru memberikan tugas kepada siswa untuk menceritakan momen Idul Fitri dalam bentuk membantu para siswa mendapatkan referensi karangan hari raya Idul Fitri, maka Kursiguru akan memberikan contoh cerita hari raya Idul Fitri. Bagi kamu yang hari ini mendapatkan tugas dari guru tentang hari raya, kamu bisa ikuti pembahasan ini hingga Jenis Tulisan yang Bisa Dijadikan Cerita Hari Raya Idul FitriSebelum memberikan referensi cerita Idul Fitri, penulis akan memberikan ulasan mengenai jenis-jenis karangan yang bisa dituangkan dalam tulisan. Jadi, dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa jenis tulisanm, di antaranya, Ekposisi, Deskripsi, Argumentasi, dan Narasi. Dari ke empat jenis tulisan tersebut, bisa kita gunakan sebagai cerita Idul Fitri. Berikut penjelasan dari masing-masing jenis Teks EkposisiTeks eksposisi merupakan jenis tulisan dalam bentuk nonfiksi yang berisi informasi atau paparan tentang sesuatu dengan maksud atau tujuan. Karangan ini tulis dengan beberapa fakta yang benar-benar terjadi di lapangan. Jadi, tidak boleh asal-asal dalam menulis jenis teks Teks DeskripsiKemudian, ada jenis teks deskripsi. Jenis teks ini merupakan teks yang memerlukan penjelasan secara detail untuk menggambarkan peristiwa bagi pembaca. Biasanya, teks deskripsi juga digunakan untuk menjelaskan barang dan tempat yang dilihat oleh penulis. Tentunya, dalam menulis teks tersebut perlu fakta-fakta Teks ArgumentasiSelanjutnya, ada teks argumentasi. Teks ini adalah teks yang memuat opini penulis disertai dengan alasan-alasan dan bukti nyata. Tulisan ini disampaikan dengan logis dan objektif guna menyakinkan dan mempengaruhi Teks NarasiTerakhir, ada jenis teks narasi. Teks ini merupakan karangan yang berisi rangkaian peristiwa atau kejadian yang ditulis secara runtut. Biasanya, teks narasi ini digunakan dalam karya fiksi, seperti novel dan memahami jenis-jenis teks dalam bahasa Indonesia, selanjutnya kita akan mencoba membuat teks cerita hari raya Idul Fitri. Di bawah ini, penulis telah sediakan beberapa contohnya yang bisa dijadikan sebagai referensi dalam ceritamu. Ada beberapa tema yang diambil, kamu bisa sesuaikan dengan peristiwa atau kejadian yang kamu dilakukan selama Idul Cerita Idul Fitri Mudik Setelah melaksanakan Sholat Id dan bermaaf-maafan, aku, dan Ayah Ibu langsung bergegas mudik ke Purwokerto. Ya, biasanya kami mudik di hari pertama liburan, karena Ayah baru selesai bekerja, dan baru mendapatkan libur di hari pertama Idul waktu keluar dari gang rumah, Aku melihat jalanan masih sepi. Namun, setelah tiba di jalan besar, jalanan sudah dipadati oleh kendaraan-kendaraan yang mudik. Aku merasa, lebaran tahun sangat ramai, berbeda dengan tahun menghindari macet yang sangat padat, Ayah berinisiasi melewati jalan tol. Namun, sebelum masuk ke gerbang tol, kami menyempatkan istirahat lebih dulu di rest area. Di rest area kami manfaat waktu semaksimal mungkin untuk beristirahat dan makan siang. Meksipun mudik tahun ini melelahkan, aku menikmati dan merasa senang, karena sebentar lagi aku akan bertemu dengan keluarga di Cerita Idul Fitri Bersama Keluarga Adzan sholat shubuh telah membangunganku. Bangun ini rasanya aku sangat bahagia, karena hari ini adalah perayaaan hari raya Idul bangun, aku bergegas untuk mandi, kemudian mengenakan baju baru yang dibelikan oleh Ayah. Setelah itu aku, kakak, ayah, dan ibu berjalan menuju ke Masjid dekat rumah untuk menunaikan sholat sholat Id, aku pulang ke rumah, setiba di rumah aku tidak lupa meminta kepada Ayah, Ibu, dan Kakak. Karena di tahun ini sering membuat salah. Di saat itu, Ayah dan Ibu sempat menangis terharu dan saling meminta juga tidak lupa meminta maaf kepada kakak, berbeda dengan saat meminta maaf kepada Ayah dan Ibu, aku dan kakak lebih pada tertawa saat saling bermaaf-maafan, karena memang umur kami tidak terlalu jauh, jadi lebih menanggapi dengan Cerita Idul Fitri Sholat Id Di waktu sholat id, aku merasa sangat bahagia dan terharu. Bahkan aku sempat meneteskan air mata di sela-sela Imam membacakan lantunan ayat-ayat sangat sangat bahagia karena di tahun ini masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk bertemu Idul Sholat Id, aku menyempatkan untuk mendengatkan khotbah dari Imam. Di khotbah itu, Imam menyampaikan bahwa hari ini adalah kemenangan bagi umat beragama Islam. Jadi, kita sebagai umat Islam jangan sampai menyianyiakan momen spesial ini. Jika merasa ada salah dengan teman, sahabat, atau tetangga, sempatkan untuk meminta maaf, dan sebaliknya jika ada orang yang meminta maaf, usahakan kita memaafkan. Memaafkan di hari Idul Fitri ini, kita akan mendapatkan pahala yang Contoh Cerita Hari Raya Idul Fitri PDFSelain contoh cerita di atas, penulis telah sediakan cerita lainnya dengan tema yang berbeda. Ada sekitar 7 cerita yang bisa kamu miliki. Penulis sediakan dalam bentuk file PDF. Jadi kamu bisa download sesuka Contoh Cerita Hari Raya Idul Fitri PDFAkhir KataDengan membagikan momen-momen hari raya Idul Fitri melalui tulisan, teman-teman sekolah kita akan mendapatkan banyak kesan tersendiri. Dari cerita tersebut juga nantinya akan ada beberapa teman-teman kita yang ingin melakukannya di kemudain itu pembahasan dari Kursiguru mengenai contoh cerita hari raya Idul Fitri. Semoga dengan adanya cerita-cerita yang disajikan di artikel ini dapat menginspirasi teman-teman. Selain itu juga bisa dijadikan sebagai referensi dalam membuat teks Gambar Admin
Hai Sobat Guru Penyemangat. Semoga Allah menerima amal kita semua khususnya pada bulan Ramadan tahun ini, kita kepada Allah atas segala nikmat, terutama nikmat sehat dan sempat sehingga bisa bertamu ke momentum Idul Fitri di bulan tulisan yang baku itu adalah Idulfitri, sih. Tapi entah mengapa ucapan hari raya yang satu ini lebih masyhur ditulis dengan cara dipisah. HehePada kesempatan yang berbahagia ini ingin menghadirkan cerpen bertema tentang Idul Fitri berikut berjudul kata-kata maaf yang terlambat ingin mengajak kita memahami esensi maaf di hari disimak yaCerpen Idulfitri Kata-kata Maaf yang TerlambatOleh Ozy V. AlandikaHari ini tepat 1 Syawal. Ternyata bulan Ramadan baru saja pamit untuk berpulang. Ia meninggalkan almanak, euforia jajanan takjil, dan menyisakan segepok kurma untuk melanjutkan puasa 6 yang pergi meninggalkan sepi. Sepi dirasa, sepi di hati, tapi tidak dengan ponsel pintarku. Sedari Subuh notifikasi tiada pernah berhenti sudah tahu apa embun…Sesejuk senja…Seputih awan…Setulus rasa… dan segunung kata-kata mutiara bin puitis lainnya. Itulah hari raya Idulfitri, lebarannya umat Islam di seluruh entah mengapa, aku masih saja mengingat perkataan guruku. Sekitar seminggu yang lalu, beliau pun sempat berkata kepada kami pada momentum pengumuman sekaligus penutupan pesantren kilat Ramadan.“Anak-anak, pada kesempatan yang berbahagia ini, Bapak mewakili Bapak/Ibu Dewan guru, kepala sekolah, serta segenap karyawan SD mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Jikalau ada hak-hak kalian yang belum sempat kami penuhi, mudah-mudahan hak tersebut kalian relakan sehingga tak menjadi beban tuntutan bagi kami di akhirat nanti. Adapun segala khilaf dan salah kalian sudah kami maafkan. Bapak ucapkan selamat menyambut Hari Raya Idulfitri.”Para guru di sekolah sudah sejak jauh-jauh hari melantunkan ucapan maaf. Iya, aku tahu. Alasannya sederhana, karena ketika nanti anak-anak bersekolah, suasananya tidak akan seramai hari lagi takbiran Idulfitri menurut ketentuannya memiliki batas akhir yaitu setelah khotib turun dari mimbar. Beda dengan Idul Qurban, takbirannya hingga 3 hari ke begitu, agaknya esensi dari ucapan guruku tidaklah sesederhana itu. Lebaran Idulfitri memang menjadi momentum yang pas untuk saling saja menurutmu Idulfiri sebagai hari kemenangan adalah kesempatan yang besar bagi kita untuk menguatkan tali yang jauh, pulang ke kampung halaman hanya demi bersua dengan keluarga dan orang tua tercinta setelah sekian lama dipisahkan oleh mereka yang dekat, tidak henti-hentinya singgah ke rumah tetangga, sanak, hingga handai tolan untuk sekadar bersilaturahmi dan saling cicip-mencicip kue bermaaf-maafan?Sudah telat, sih. Kapan bermusuhannya, kapan minta maafnya. Kapan berkata syahdan menyakiti hati, tapi kapan pula mengakui kesalahan dan berusaha untuk tidak jatah bermusuhan sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW tidak boleh lebih dari tiga hari?Kadang aku malah bingung. Tapi aku bukanlah orang sok alim yang langsung ingin menuduh bahwa kegiatan bermaaf-maafan di hari raya Idulfitri itu bid’ah karena tidak ada contoh yang dilakukan oleh Nabi Muhammad nantinya bertemu dengan orang semacam itu, rasa-rasanya gantian aku yang mau berkata, “Memangnya ada dalil bahwa Rasulullah SAW mengharamkan kita untuk meminta maaf di hari raya Idulfitri?”Aih, sudahlah. Aku bukanlah orang yang suka mendebati hal semacam itu. Intinya, kalau segala sesuatu hanya dipandang dari kebencian, maka segunung dalil pun tidak akan mampu memuaskan mereka. Bukankah untuk melarang atau mengharamkan sesuatu itu butuh dalil?Tentu Aku tidak mau membahasnya lebih dalam. Aku yakin bahwa selama umat muslim berpikir dengan kepala dingin, tidak meninggikan hawa nafsu, maka semua akan aman, damai, dan saling ya, kalau kemudian banyak orang menunggu momentum Idulfitri sebagai waktu yang tepat untuk bermohon maaf, maka itu yang tidak salah, kesalahannya dilakukan bulan ini sedangkan lebaran masih beberapa bulan terbayangkan oleh kita seberapa banyak dosa yang dikumpulkan karena kedua belah pihak telah memutuskan tali silaturahmi. Lebih dari tiga hari lho?Berpuasa di bulan Ramadan memang merupakan jalan menuju takwa, tapi ada banyak gang lain pula yang terbuka untuk kita tempuh agar mencapai takwa. Termasuklah bersegera dalam meminta SWT berkalam dalam QS Ali-Imran ayat 133-134وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ .[آل عمران133-134]ArtinyaDan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat ayat tersebut, mukmin yang cerdas pasti bisa memetik hikmah bahwasannya perilaku menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain adalah jalan lain menuju bila dicermati lebih lanjut, perilaku saling memaafkan ini pula harus disegerakan sebagaimana perintah Allah pada ayat 133, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu…”.Maka dari itulah, marah itu jangan lama-lama. Dendam itu jangan lama-lama. Semisal dendam sudah lama tumbuh dalam hati, sontak saja semua yang dilakukan oleh orang lain itu adalah ketika orang yang didendam itu sedang mendapat kebaikan, si pendendam malah iri, dengki, dan merasa bahwa Allah itu tidak adil karena telah memberikan kebahagiaan kepada orang min dzalik!Makanya itu, kalau saling bermaaf-maafnya harus menunggu hari raya, itu kelamaan. Kata-kata permintaan maaf yang sebening embun, seputih awan dan semisalnya itu adalah ucapan yang tidak apa-apa juga, sih. Daripada tidak sama sekali, kan. Setidaknya kita sudah menjalin atau bahkan mempererat kembali tali silaturahmi. Toh itu juga adalah jalan menuju takwa.****Boleh Baca Cerpen Menghitung Pemberian TerbaikDemikianlah tadi sajian Guru Penyemangat tentang cerpen bertema Idulfitri yang membahas tentang ucapan dan kata-kata maaf yang bermanfaat dan jadi
100% found this document useful 4 votes8K views2 pagesDescriptioncontoh cerpen hari raya idul fitriOriginal TitleCERPEN HARI RAYA IDUL FITRICopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 4 votes8K views2 pagesCerpen Hari Raya Idul FitriOriginal TitleCERPEN HARI RAYA IDUL FITRIJump to Page You are on page 1of 2 You're Reading a Free Preview Page 2 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
cerpen tentang idul fitri